PENDAHULUAN
Kegiatan
perlindungan hutan, pada dasaranya adalah sebuah upaya untuk mencegah dan menanagani
gangguan hutan. Gangguan hutan sendiri bisa diklasifikasikan menjadi dua faktor
yakni faktor fisik dan faktor biotik. Faktor fisik meliputi hal-hal seperti
angin, air, kekeringan, petir, vulkanisme, dan sebagainya. Faktor-faktor
biologis meliputi pengaruh yang disebabkan oleh jasad-jasad hidup yakni
manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan. Di samping kedua faktor itu, faktor
manusia, ternnak, api, air banjir) yang menyebabkan gangguan hutan dipicu juga
oleh sebab sosial.
Pada
dasarnya, gangguan-gangguan hutan yang telah disebutkan memiliki hubungan
sebab-akibat antara satu dengan yang lain. Hubungan itu bisa dilihat pada
gambar di bawah ini:
Gambar 1. Hubungan Faktor –faktor Penyebab
Gangguan Hutan
Dari
gambar di atas, tampak bahwa satu faktor penyebab gangguan hutan bisa menjadi
sebab gangguan hutan yang lain yang pada akhirnya terjadi hubungan yang saling
terkait. Pada makalah ini akan dibahas hubungan keterkaitan antara kebakaran
hutan, hama, dan penyakit studi kasus pada Hutan Konifer di Amerika dan Kanada.
INTERAKSI ANTARA API-SERANGGA DAN
API-PATOGEN
Hubungan
antara ketiga komponen pokok yang merupakan faktor dominan penyebab gangguan
hutan yakni api, serangga, dan patogen dilakukan di Amerika dan Kanada pada
hutan Konifer. Meskipun dilakukan spesifik di salah satu tempat, di-klaim bahwa
penelitian mengenai interaksi antara api, serangga, dan patogen ini bisa
mewakili hubungan yang sama pada jenis hutan yang lain.
Banyak
studi yang sebelumnya menjelaskan bahwa ada hubungan dua arah antara api dan
hama, atau tentang api dan penyakit. Setelah kebakaran pada umumnya dijumpai
banyak luka pada tanaman, luka pada tanaman tersebut selanjutnya memicu
timbulnya hama dan penyakit. Sebaliknya, tanaman yang terinfeksi penyakit, atau
terserang hama pada saat terjadinya kebakaran hutan lebih rentan terhadap
kematian jika dibandingkan dengan tanaman yang sehat (Harrington &
Hawksworth, 1990 ; Conklin & Amstrong, 2001 dalam Parker et.al 2006).
Di
Indonesia keterkaitan hubungan antara dua faktor penyebab gangguan hutan yakni
kebakaran dan penyakit pernah Sugeng Eliandi (1996) yang melakukan studi di
Unit III kelompok Hutan Subanjerji PT. Musi Hutan Persada, Sumatra Selatan.
Diketahui bahwa tegakan yang mengalami kebakaran lebih rentan terkena penyakit.
Persentase pohon yang terkena penyakit pada areal bekas kebakaran lebih tinggi
yakni 12.44% lebih tinggi jika dibandingkan dengan pohon pada areal tidak
terbakar (4.58%).
Dari
penelitian Parker et.al (2006)
hubungan dua arah antara serangga dan api, maupun penyakit dan api secara lebih
terperinci sebagaai berikut :
a. Api
mendorong infeksi patogen,
dalam hal ini api melukai tanaman dan membuka jalan
masuknya patogen. Hali ini terbukti dengan studi yang dilakukan oleh Littke
& Gara (1986) bahwa pada tanaman yang terkena penyakit akibat kebakaran hutan,
70% terinfeksi pada bagian tanaman yang terluka pada saat kebakaran
b. Penyakit
hutan mendukung terjadinya kebakaran hutan,
yang dimaksud di sini bahwa penyakit hutan yang
menyebabkan banyak pohon mati merupakan sumbangsih bahan bakar yang semakin
mendorong terjadinya kebakaran hutan. Selain menyediakan bahan bakar potensial
dalam proses kebakaran, pohon yang mati atau tumbang tersebut merupakan suatu
sarana yang merupakan penghubung permukaaan hutan dan kanopi yang pada akhirnya
mendorong terjadinya kebakaran tajuk
c. Kebakaran
dan dwarf mistletoe.
Kebakaran memacu meningkatnya dwarft mistletoe pada
area hutan. Dwarft mistletoe sendiri merupakan bahan bakar potensial dalam
kebakaran hutan karena tanaman tersebut mengandung resin.
d. Kebakaran
mengundang serangan hama.
Tanaman yang mati akibat kebakaran biasanya
dikerumuni oleh serangga (Hymenoptera : Siridicidae) atau Cerambycidae,
Buprestidae (penggerek) yang berkontribusi terhadap ledakan hama. Keberadaan
serangga-serangga yang hidup pada tanaman yang mati akibat kebakaran hutan ini
berakibat buruk pada tanaman yang tidak mati tetapi tanaman sisa dari peristiwa
kebakaran hutan. Tanaman sisa kebakaran tersebut pada akhirnya mati oleh
serangan hama. Serangga juga dijumpai menyerang pohon Jeffery Pine di
California pada areal kebakaran sebesar 22.9%, sedangkan pada areal yang tidak
pernha terjadi kebakaran serangan hama adalah 0%.
e. Api
dan biodiversitas serangga.
Studi yang dilakuakn oleh Lightfoot (1996) dalam Parker et al. (2006) menyebutkan bahwa kebakaran meningkatkan populasi
Antrhropoda seiring dengan berkembanganya vegetasi pasca kebakaran yang diikuti
pula oleh perubahan komunitas serangga itu sendiri. Biodiversitas serangga
semakin meningkat pasca kebakaran meskipun jumah populasi menurun yang
diperkirakan karena meningkatanya kematian tempat bersarang spesies serangga
tersebut.
INTERAKSI ANTARA API, SERANGGA, DAN
PATOGEN
Setelah
mempelajari adanya interaksi dua arah antara Api-Serangga dan Api-Patogen,
Parker et.al (2006) juga mempelajari
interaksi tiga arah antara api, serangga, dan patogen. Interaksi tersebut
antara lain sebagai berikut :
a.
Api,
Patogen, dan Serangga
Stusi yang dilakukan Parker et al. (2006) terhadap Pinus
contorta menunjukkan bahwa pohon
tersebut cukup rentan terhadap kerusakan akibat kebakaran hutan yang kemudian
diikuti oleh serangan patogen (Leptographium
spp. dan Paceliomyces spp.)
dan yang meningkatkan kecenderungan
terserang serangga (Dendroctonus
panderosae). Diketahu serangga lebih banyak menyerang pohon yang terserang
penyakit dibanding pohon yang tidak terserang penyakit. Selanjutnya kematian
pohon tersebut berpotensi menambah bahan bakar pada peristiwa kebakaran hutan
b.
Dwarft
Misltletoe, Serangga, dan Api
Pinus Panderosa yang memiliki pertahana lemah
terhadap infeksi Dwarft Mistletoe, cenderung lebih rentan terhadap serangan
hama yang pada akhirnya memicu kematian tumbuhan dan berpotensi menjadi bahan
bakar pada peristiwa kebakaran hutan.
c. Insect sebagai vector patogen
setelah kebakaran
Serangga berperan dalam penyebaran patogen
(penyebarannya melalui serangga) kepada tanaman yang stress akibat kebakaran.
Dari penelitian Piirto et al. (1998) diketahui
bahwa fungi jenis Trittrachium sp. Serangga
juga bisa menyebarkan spora dari fungi yang menyebabkan penyakit akar kepada
pohon-pohon yang stress akibat kebakaran.
Selain
interaksi yang telah disebutkan di atas terdapat pula dampak kebakaran terhadap
organism tanah sangat tergantung pada intensitas dan lama kebakaran. Kebakaran
yang lama dengan bahan bakar yang banyak memberikan dampak yang sangat besar
terhadap oraganisme tanah karena adanya perpindahan panas dengan jumlah besar
ke lantai hutan. Hal ini menyebabkan banyak organism tanah terbakar serta
berkurangnya nutrient dalam tanah. Sebaliknya, kebakaran dengan intensitas yang
rendah justru meningkatkan ketersediaan nutrisi dalam tanah serta peningkatan
kekebalan pohon terhadap patogen dan serangga.
KESIMPULAN
Perlindungan
hutan adalah suatau upaya untuk mencegah dan mengendalikan gangguan-gangguan
hutan. Gangguan-gangguan tersebut bisa berupa biotic dan abiotik. Terdapat
hubungan antara faktor-faktor penyebab gangguan hutan, antara lain yakni
api-serangga, dan patogen. Interaksi tersebut bisa merupakan interaksi dua arah
dan juga merupakan interaksi tiga arah antara api, serangga, dan patogen.
DAFTAR PUSTAKA
Eliandy, S. 1996. Kerusakan Akibat
Penyakit pada Tegakan Acacia mangium Wild
di Area Bekas Kebakaran Hutan (Studi Kasus di Unit III Kelopmpok Hutan
Subanjeriji PT. Musi Hutan Oersada Sumatera Selatan) [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Parker, Thomas J; Clancy, Karen M,
Mathiasen, RL. 2006. Interaction Among Fire, Insect and Patogen in Coniferous
Forest of the Interior Western United States and Canada. Journal Compilation:
Agricultiral and Forest Enthomology (167-189). The Royal Enthomological
Society.
Sila, Mappatoba dan
Nuraeni, Sitti. 2009. Buku Ajar Perlindungan dan Pengamanan Hutan. Makasar :Fakultas Kehutanan Universitas Hasanudiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar